Keterlibatan kelompok-kelompok terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan merupakan masalah kesetaraan dan kemanjuran dalam lanskap kesehatan global. Prinsip ini berlaku untuk kusta, minimnya partisipasi dari orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) telah membentuk dan menetapkan celah dalam perawatan kesehatan mereka.
Hal ini melanggengkan lingkaran setan yang menciptakan ketergantungan, karena pendekatan intervensi bersifat top-down, dan kontribusi masyarakat yang terdampak sangat minim. Penyintas kusta mendapati diri mereka terdegradasi menjadi penerima perawatan pasif, suara mereka tidak didengar dalam perumusan kebijakan dan implementasi program.
Di sinilah semangat “Tidak Ada Tentang Kami Tanpa Kami” gagal, pemangku kebijakan harus melibatkan kelompok-kelompok terpinggirkan dalam keputusan tentang mereka. OYPMK diposisikan “sendiri” untuk memahami tantangan multidimensi yang ditimbulkan oleh penyakit ini.
Tantangan kusta jauh melampaui manajemen medis, karena tantangan tersebut mencakup stigma sosial, marginalisasi ekonomi, dan kelangsungan hidup psikologis. Pengalaman empiris mereka seharusnya dapat menjalin jaringan pengetahuan yang jika diinkubasi ke dalam strategi perawatan kesehatan, dapat mengarah pada intervensi yang lebih efektif.
Sementara itu, pengalaman pengorganisasian telah menunjukkan dampak transformatif yang potensial dari pemberdayaan OYPMK sebagai agen perubahan di komunitas mereka. Daripada menjadi subjek penelitian yang pasif, mereka dapat memainkan peran instruktif, advokasi, dan panutan dengan memanfaatkan kredibilitas dan pengalaman mereka. Dengan cara ini, kesalahpahaman tentang kusta dapat ditentang, diagnosis dini dan perilaku mencari pengobatan dapat dipromosikan secara lebih luas, dan kebijakan yang terkait dengan inklusi sosial dan hak asasi manusia dapat ditangani.
Hal ini memerlukan perubahan paradigma dari pendekatan biomedis tunggal untuk pengendalian kusta, menuju pendekatan yang lebih berbasis hak. Hal ini akan mencakup pengakuan dan penilaian terhadap peran OYPMK dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, peningkatan kemitraan berdasarkan inklusivitas dan penghormatan terhadap keberagaman akan memungkinkan partisipasi penuh dari komunitas yang terkena dampak dalam upaya eliminasi kusta global.
Yang terpenting, jalan menuju pengendalian kusta yang berkelanjutan dan inklusif memerlukan perubahan paradigma—dari paternalisme menuju pemberdayaan, dari pengucilan menuju partisipasi, dari beban menuju kontribusi. Memusatkan suara dan pengalaman OYPMK akan menghasilkan pesan yang menggema, saat kita bergerak menuju dunia di mana semua yang terkena kusta diperlakukan dengan bermartabat, berhak, dan hormat.
Penulis: Angga Yanuar.