(Dokumentasi pribadi: pertemuan Konsorsium Pelita dan Sunarman Sukamto KSP)
Jakarta. Konsorsium Pelita (Peduli Disabilitas dan Kusta) dalam pekan ini mengunjungi kantor KND (Komisi Nasional Disabilitas) dan KSP (Kantor Staf Presiden). Agenda utama dari kunjungan tersebut ialah penyampaian Policy Brief sebagai rekomendasi kepada pemangku kebijakan di level pusat. Tepat pada hari Rabu, 15 November 2023, sejumlah 8 orang pengurus Konsorsium Pelita mendatangi KND di gedung Cawang Kencana sebagai bentuk advokasi Pelita kepada pemangku kebijakan.
Kikin Tarigan dan Deka Kurniawan mewakili KND menerima dengan hangat kehadiran perwakilan Pelita di Jakarta. Penyampaian policy brief terkait isu kusta disampaikan oleh Khambali selaku ketua Konsorsrium Pelita.
“Masih banyak terdapat 146 yang belum tercapai eliminasi kusta yang tersebar 36 provinsi tercatat di2020. Terdapat 6,3% diantaranya telah mengalami kondisi disabilitas tingkat 2, dan kasus kusta anak sekitar 10%. Ini artinya kegiatan pencegahan disabilitas dan penemuan kasus dini kusta masih perlu endorsement. Kusta juga berpotensi jadi disabilitas fisik,” ujar Khambali.
Deka menyampaikan bahwa dari policy brief yang dibuat, perlu adanya pemantauan sejauh mana isu eliminasi kusta ini mengacu betul-betul kepada UU Kesehatan yang baru.
“Menurut kami policy brief ini jauh lebih kuat apabila disambungkan dengan UU Kesehatan tahun ini, walaupun UU Kesehatan yang baru disahkan tahun ini sangat panjang. Tapi, menurut saya itu akan jauh lebih kuat apabila dikaitkan dengan regulasi yang umum agar analisis kita lebih komprehensif dalam tatanan prosesnya dalam langkah-langkah yang akan ditindaklanjuti dan masukan kedalam policy brief inim,” jelas Deka.
“Pihak KND siap menjadi ‘alat’ untuk menjadi bagian dari pengawalan eliminasi kusta, kelanjutannya KND siap membuat MOU dengan Pelita,” terang Kikin.
Sementara pada hari Jumat 17 November 2023 bertempat di ruang Pulau Sambit kantor Staf Keprisidenan, perwakilan Pelita diterima dengan baik oleh Sunarman (Tenaga Ahli Madya Deputi 5 Bidang Hukum dan HAM).
“Kalau peta jalan sudah resmi, bisa menjadi instrument dan untuk KSP bisa mengawal roadmapnya. Tapi tentunya roadmap harus menjadi instrumen negara dulu. Nah, bagaimana peta jalan itu bisa ditetapkan sebagai instrumen negara,” tutur Sunarman.
Perlu adanya sinergi dengan beberapa pihak terkait isu kusta, salah satu usulan yang muncul dalam pertemuan bersama KSP ialah kerjasama dengan BRIN ( Badan Riset dan Inovasi Nasional) sebagai lembaga riset yang dapat membuat kajian tentang kusta yang mana data hasil kajian tersebut digunakan sebagai landasan dalam menganalisa situasi terkini.
“Kami harus berjalan dengan teman-teman agar bisa bergerak bersama, saling memperkaya dan memperkuat. Isinya juga kalau tidak ada info dari teman-teman kami tidak bisa sedetail apa. Tapi lumayan RPJN dan RPJMN sudah semakin ideal, kata-kata inklusi dan disabilitas sudah banyak disebutkan dalam RPJMN. Nah, bagaimana di daerah pengawalannya, itu pintu masuknya RAN PD, artinya isu lintas sektor tidak bisa dihindari lagi,” imbuh Sunarman. [ERF]